BAB I
TINJAUAN TEORI
⦁ Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Jadi Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
⦁ Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
⦁ Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
⦁ Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh :
⦁ Malaria kuartana atau parasit lainnya.
⦁ Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
⦁ Glumerulonefritis akut atau kronik,
⦁ Trombosis vena renalis.
⦁ Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
⦁ Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
⦁ Sindrom nefrotik idiopatik,
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
⦁ Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
⦁ Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
⦁ Glomerulonefritis proliferatif
⦁ Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
⦁ Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
⦁ Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
⦁ Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
⦁ Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
⦁ Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng. Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
⦁ Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
⦁ Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
⦁ Hipoalbuminemia < 30 g/l.
⦁ Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
⦁ Anorexia
⦁ Fatique
⦁ Nyeri abdomen
⦁ Berat badan meningkat
⦁ Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
⦁ Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
⦁ Komplikasi
⦁ Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
⦁ Tromboembolisme (terutama vena renal)
⦁ Emboli pulmo
⦁ Peningkatan terjadinya aterosklerosis
⦁ Hypovolemia
⦁ Hilangnya protein dalam urin
⦁ Dehidrasi
⦁ Faktor Resiko
⦁ Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
⦁ Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas ⦁ kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan.
⦁ Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak.
⦁ Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
⦁ Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
⦁ Pemeriksaan Diagnostik
⦁ Adanya tanda klinis pada anak
⦁ Riwayat infeksi saluran nafas atas
⦁ Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
⦁ Menurunnya serum protein
⦁ Biopsi ginjal
⦁ Penatalaksanaan Terapeutik
⦁ Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
⦁ Pembatasan sodium jika anak hipertensi
⦁ Antibiotik untuk mencegah infeksi
⦁ Terapi diuretik sesuai program
⦁ Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
⦁ Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
BAB II
TINJAUAN KASUS
Kasus :
An. F (6 tahun) dirawat di bangsal anak rumah sakit X dengan diagnosa medis nephrotic syndrome. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data : wajah dan palpebra edema dan palpebra edema, tungkai edema, dan terjadi ascites, wajah pucat. An. F terpasang kateter, rata – rata produksi urine adalah 150 cc – 300 cc/hari. Hasil pemeriksaan uriene di simpulkan terjadi proteinuria dan hematuria. Hasil pengukuran tanda – tanda vital : TD 150/100 mmHg, denyut nadi 100x/menit, RR 28x/menit, Suhu 370C.
⦁ Definisikan istilah berikut : edema, ascites, proteinuria, hematuria dan oliguri.
⦁ Definisi edema
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan intestitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan).
⦁ Ascites
Penumpukan cairan pada rongga perut
⦁ Proteinuria
Terdapatnya protein dalam air kencing
⦁ Hematuria
Adanya darah dalam urine
⦁ Oliguri
Keluaran urine kurang dari 1ml/kg/jam pada bayi, kurang dari 0,5 ml/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400ml/hari pada dewasa
⦁ Jelaskan proses terjadinya proteinuria, edema, hematuria, oliguri dan peningkatan tekanan darah pada An. F. Jelaskan dengan membuat 1 (satu) skema yang saling berkaitan.
Nephrotic syndrome
Kerusakan glomurulus aliran plasma ke ginjal aktivitas rennin
angiotensin
↑ Permeabilitas glomerulus aktivitas reninn angiotensin
Proteinuria
↑ sekresi aldosteron
↑ sekresi ADH
Retensi Na
Hipertensi
Retensi urine
Oliguria
Albumin melewati membran
bersama urin
Hipoalbuminemia
Tekanan koloid ↓
Tekanan hidrostatik ↑
Perpindahan air dan
elektrolit ke ekstra seluler
Retensi cairan seluruh tubuh
Edema
⦁ Jelaskan data pengkajian dan pemeriksaan fisik yang harus di lengkapi pada An. F
⦁ Pengkajian
⦁ Identitas
Nama : An. F
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Alamat : Semarang
⦁ Penanggung jawab
Nama : Nila
Umur : 30 Tahun
Hubungan dengan pasien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Semarang
⦁ Riwayat kesehatan
Keluhan utama : Mengeluh wajah dan palbepra bengkak, tungkai edema, kencing jarang dan sedikit.
⦁ Riwayat penyakit sekarang.
Mengeluh wajah dan palbepra bengkak, tungkai edema, kencing jarang dan sedikit.
⦁ Riwayat penyakit dahulu.
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama.
⦁ Riwayat penyakit keluarga.
Apakah ada keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
⦁ Pemeriksaan fisik
⦁ Pengukuran antropometri : BB menurun, lila menurun
⦁ Kepala :
Wajah : pucat
Mata : konjungtiva anemis, mata merah berair, pengelihatan kabur
Rambut : rambut tipis, mudah rontok
Hidung : pernafasan cuping hidung
Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia
⦁ Dada dan thorak : penggunaan bantu atot pernafasan (-), krekles (-)
⦁ Abdomen : Terjadi ascites
⦁ Kulit : ekimosis, kulit kering, hiperpigmentasi, memar, pruritis.
⦁ Ektremitas : edema.
⦁ Rumuskan diagnosa Keperawatan yang muncul pada An. F
⦁ Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
⦁ Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
⦁ Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, cairan yang berlebihan, bedrest.
⦁ Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
⦁ Perencanaan Keperawatan
⦁ Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskuler ke interstisial sekunder terhadap penurunan tekanan osmotic plasma.
Tujuan : Volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Kriteria Hasil :
⦁ Edema hilang atau berkurang.
⦁ Berat badan kembali normal.
⦁ Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
⦁ Berat jenis urin dan protein normal.
Intervensi :
⦁ Monitoring intake dan output cairan.
⦁ Observasi perubahan edema.
⦁ Batasi intake garam.
⦁ Ukur lingkar perut, perrtambahan berat badan setiap hari.
⦁ Monitor tanda-tanda vital.
⦁ Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program.
⦁ Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium.
⦁ Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
Tujuan : integritas kulit terjaga.
KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
Intervensi :
⦁ Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
⦁ Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
⦁ Gunakan lotion bila kulit kering.
⦁ Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
⦁ Support daerah yang edema dengan bantal.
⦁ Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.
⦁ Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, cairan yang berlebihan, bedrest.
Tujuan : Pasien terbebas dari infeksi atau tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
⦁ Tidak ada tanda-tanda infeksi.
⦁ Leukosit dalam batas 4.10-38.00 ribu / mmkk.
⦁ Suhu tubuh normal (36-37 ° C )
Intervensi
⦁ Jauhkan pasien kontak dengan orang yang terinfeksi.
⦁ Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan dengan baik dan benar.
⦁ Tempatkan pasien dalam ruangan non infeksi.
⦁ Lakukan tindakan atau prosedur dengan teknik aseptic.
⦁ Jaga pasien dalam kondisi hangat dan dan kering.
⦁ Monitor tanda tanda vital, tanda vital untuk mengetahui infeksi secara dalam.
⦁ Berikan perawatan yang rutin pada alat invasive yang di pasang dalam tubuh misal infus.
⦁ Kolaborasi pemberian antibiotic.
⦁ Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
⦁ Monitor pola makan pasien.
⦁ Berikan pola makan porsi kecil frekuensi sering.
⦁ Anjurkan pasien untuk makan-makanan dalam keadaan hangat.
⦁ Catat jumlah atau porsi yang dihabiskan.
⦁ Sediakan makanan dalam suasana yang menyenangkan, santai, bersih selama makan.
⦁ Batasi intake sodium selama edema dan therapy steroid.
⦁ Timbang berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
TINJAUAN TEORI
⦁ Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Jadi Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
⦁ Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
⦁ Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
⦁ Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh :
⦁ Malaria kuartana atau parasit lainnya.
⦁ Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
⦁ Glumerulonefritis akut atau kronik,
⦁ Trombosis vena renalis.
⦁ Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
⦁ Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
⦁ Sindrom nefrotik idiopatik,
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
⦁ Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
⦁ Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
⦁ Glomerulonefritis proliferatif
⦁ Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
⦁ Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
⦁ Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
⦁ Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
⦁ Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
⦁ Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng. Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
⦁ Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
⦁ Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
⦁ Hipoalbuminemia < 30 g/l.
⦁ Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
⦁ Anorexia
⦁ Fatique
⦁ Nyeri abdomen
⦁ Berat badan meningkat
⦁ Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
⦁ Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
⦁ Komplikasi
⦁ Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
⦁ Tromboembolisme (terutama vena renal)
⦁ Emboli pulmo
⦁ Peningkatan terjadinya aterosklerosis
⦁ Hypovolemia
⦁ Hilangnya protein dalam urin
⦁ Dehidrasi
⦁ Faktor Resiko
⦁ Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
⦁ Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas ⦁ kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan.
⦁ Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak.
⦁ Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
⦁ Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
⦁ Pemeriksaan Diagnostik
⦁ Adanya tanda klinis pada anak
⦁ Riwayat infeksi saluran nafas atas
⦁ Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
⦁ Menurunnya serum protein
⦁ Biopsi ginjal
⦁ Penatalaksanaan Terapeutik
⦁ Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
⦁ Pembatasan sodium jika anak hipertensi
⦁ Antibiotik untuk mencegah infeksi
⦁ Terapi diuretik sesuai program
⦁ Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
⦁ Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
BAB II
TINJAUAN KASUS
Kasus :
An. F (6 tahun) dirawat di bangsal anak rumah sakit X dengan diagnosa medis nephrotic syndrome. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data : wajah dan palpebra edema dan palpebra edema, tungkai edema, dan terjadi ascites, wajah pucat. An. F terpasang kateter, rata – rata produksi urine adalah 150 cc – 300 cc/hari. Hasil pemeriksaan uriene di simpulkan terjadi proteinuria dan hematuria. Hasil pengukuran tanda – tanda vital : TD 150/100 mmHg, denyut nadi 100x/menit, RR 28x/menit, Suhu 370C.
⦁ Definisikan istilah berikut : edema, ascites, proteinuria, hematuria dan oliguri.
⦁ Definisi edema
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan intestitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan).
⦁ Ascites
Penumpukan cairan pada rongga perut
⦁ Proteinuria
Terdapatnya protein dalam air kencing
⦁ Hematuria
Adanya darah dalam urine
⦁ Oliguri
Keluaran urine kurang dari 1ml/kg/jam pada bayi, kurang dari 0,5 ml/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400ml/hari pada dewasa
⦁ Jelaskan proses terjadinya proteinuria, edema, hematuria, oliguri dan peningkatan tekanan darah pada An. F. Jelaskan dengan membuat 1 (satu) skema yang saling berkaitan.
Nephrotic syndrome
Kerusakan glomurulus aliran plasma ke ginjal aktivitas rennin
angiotensin
↑ Permeabilitas glomerulus aktivitas reninn angiotensin
Proteinuria
↑ sekresi aldosteron
↑ sekresi ADH
Retensi Na
Hipertensi
Retensi urine
Oliguria
Albumin melewati membran
bersama urin
Hipoalbuminemia
Tekanan koloid ↓
Tekanan hidrostatik ↑
Perpindahan air dan
elektrolit ke ekstra seluler
Retensi cairan seluruh tubuh
Edema
⦁ Jelaskan data pengkajian dan pemeriksaan fisik yang harus di lengkapi pada An. F
⦁ Pengkajian
⦁ Identitas
Nama : An. F
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Alamat : Semarang
⦁ Penanggung jawab
Nama : Nila
Umur : 30 Tahun
Hubungan dengan pasien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Semarang
⦁ Riwayat kesehatan
Keluhan utama : Mengeluh wajah dan palbepra bengkak, tungkai edema, kencing jarang dan sedikit.
⦁ Riwayat penyakit sekarang.
Mengeluh wajah dan palbepra bengkak, tungkai edema, kencing jarang dan sedikit.
⦁ Riwayat penyakit dahulu.
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama.
⦁ Riwayat penyakit keluarga.
Apakah ada keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
⦁ Pemeriksaan fisik
⦁ Pengukuran antropometri : BB menurun, lila menurun
⦁ Kepala :
Wajah : pucat
Mata : konjungtiva anemis, mata merah berair, pengelihatan kabur
Rambut : rambut tipis, mudah rontok
Hidung : pernafasan cuping hidung
Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia
⦁ Dada dan thorak : penggunaan bantu atot pernafasan (-), krekles (-)
⦁ Abdomen : Terjadi ascites
⦁ Kulit : ekimosis, kulit kering, hiperpigmentasi, memar, pruritis.
⦁ Ektremitas : edema.
⦁ Rumuskan diagnosa Keperawatan yang muncul pada An. F
⦁ Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
⦁ Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
⦁ Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, cairan yang berlebihan, bedrest.
⦁ Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
⦁ Perencanaan Keperawatan
⦁ Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskuler ke interstisial sekunder terhadap penurunan tekanan osmotic plasma.
Tujuan : Volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Kriteria Hasil :
⦁ Edema hilang atau berkurang.
⦁ Berat badan kembali normal.
⦁ Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
⦁ Berat jenis urin dan protein normal.
Intervensi :
⦁ Monitoring intake dan output cairan.
⦁ Observasi perubahan edema.
⦁ Batasi intake garam.
⦁ Ukur lingkar perut, perrtambahan berat badan setiap hari.
⦁ Monitor tanda-tanda vital.
⦁ Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program.
⦁ Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium.
⦁ Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
Tujuan : integritas kulit terjaga.
KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
Intervensi :
⦁ Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
⦁ Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
⦁ Gunakan lotion bila kulit kering.
⦁ Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
⦁ Support daerah yang edema dengan bantal.
⦁ Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.
⦁ Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, cairan yang berlebihan, bedrest.
Tujuan : Pasien terbebas dari infeksi atau tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
⦁ Tidak ada tanda-tanda infeksi.
⦁ Leukosit dalam batas 4.10-38.00 ribu / mmkk.
⦁ Suhu tubuh normal (36-37 ° C )
Intervensi
⦁ Jauhkan pasien kontak dengan orang yang terinfeksi.
⦁ Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan dengan baik dan benar.
⦁ Tempatkan pasien dalam ruangan non infeksi.
⦁ Lakukan tindakan atau prosedur dengan teknik aseptic.
⦁ Jaga pasien dalam kondisi hangat dan dan kering.
⦁ Monitor tanda tanda vital, tanda vital untuk mengetahui infeksi secara dalam.
⦁ Berikan perawatan yang rutin pada alat invasive yang di pasang dalam tubuh misal infus.
⦁ Kolaborasi pemberian antibiotic.
⦁ Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
⦁ Monitor pola makan pasien.
⦁ Berikan pola makan porsi kecil frekuensi sering.
⦁ Anjurkan pasien untuk makan-makanan dalam keadaan hangat.
⦁ Catat jumlah atau porsi yang dihabiskan.
⦁ Sediakan makanan dalam suasana yang menyenangkan, santai, bersih selama makan.
⦁ Batasi intake sodium selama edema dan therapy steroid.
⦁ Timbang berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment